Standar Norma dan Pengaturan 6: Pembela HAM
H. KEWAJIBAN NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB AKTOR NON-NEGARA TERHADAP PEMBELA HAM - 3. Pemulihan oleh Negara, Perusahaan, atau Entitas Lainnya Terhadap Pelanggaran HAM yang TerjadiHalaman: 55
Klik Disini [ ]
103. Hak atas pemulihan efektif telah ditegaskan dalam Deklarasi PBB tentang Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan (UN Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power) 1985. Deklarasi PBB ini menyatakan bahwa korban kejahatan dan korban penyalahgunaan kekuasaan, tidak terkecuali Pembela HAM, berhak mendapatkan ganti rugi (redress) dan pemulihan (remedy).
Klik Disini [ ]
104. Deklarasi PBB tentang Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan menyatakan bahwa ketersediaan kebijakan dan produk legislasi nasional harus mampu memastikan bahwa setiap korban berhak atas akses terhadap mekanisme keadilan serta ganti rugi dengan segera.
Klik Disini [ ]
105. Mekanisme pemulihan, baik yang berbasis negara maupun nonnegara, harus bersifat:
a. Sah (legitimate), yaitu bersifat dapat dipercaya oleh pemangku kepentingan dan bersifat akuntabel guna pelaksanaan proses laporan yang adil;
b. Dapat diakses (accessible), yaitu diketahui oleh semua kelompok pemangku kepentingan, dan menyediakan asistensi yang cukup bagi mereka yang memiliki halangan untuk mengakses mekanisme tersebut;
c. Dapat diprediksi (predictable), yaitu menyediakan prosedur yang jelas dan dapat diketahui dengan jangka waktu yang jelas untuk setiap tahap, dan kejelasan mengenai jenis proses dan hasil yang tersedia, beserta cara memonitor implementasi dari hasil mekanisme tersebut;
d. Adil (equitable), yaitu memastikan bahwa para pihak memiliki akses yang cukup terhadap sumber informasi, nasihat, dan keahlian yang diperlukan untuk mengikuti sebuah proses pemulihan;
e. Transparan (transparent), yaitu menyediakan informasi tentang perkembangan proses penyelesaian sengketa dan menyediakan informasi yang memadai tentang performa mekanisme tersebut;
f. Sesuai dengan HAM (rights-compatible), yaitu memastikan bahwa hasil dan pemulihan yang diberikan sesuai dengan HAM internasional;
g. Sebuah sumber pembelajaran (a source of continuous learning), yaitu mengidentifikasi pembelajaran untuk memperbaiki mekanisme dan mencegah pelanggaran di masa depan.
Klik Disini [ ]
1. Secara khusus, beberapa mekanisme pemulihan yang dapat dilakukan oleh aktor negara maupun nonnegara terhadap berbagai ancaman yang dialami oleh Pembela HAM, antara lain:
a. Mekanisme pemulihan terhadap ancaman keselamatan jiwa, secara fisik, psikis, seksual, dan verbal, ancaman yang menghambat pelaksanaan pembelaan HAM, dan ancaman properti, baik milik pribadi maupun organisasi yang digunakan dalam kegiatan pembelaan HAM.
• Saat Pembela HAM mendapatkan ancaman terhadap keselamatan jiwa baik fisik, psikis, seksual, dan verbal, terdapat beberapa langkah mekanisme pemulihan yang memungkinkan untuk ditempuh, baik melalui jalur yudisial maupun nonyudisial. Berbagai ancaman yang dimensinya masuk ke ranah pidana atau telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maka Pembela HAM dapat melakukan pelaporan terhadap oknum kepolisian terkait. Jika yang berperan sebagai pelaku adalah aparat kepolisian, maka mekanisme pelaporan terhadap pengawas internal dan eksternal kepolisian menjadi pilihan. Pemulihan dapat dilakukan melalui jalur nonyudisial, yaitu dengan melakukan pengaduan ke lembaga HAM nasional, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
• Selain itu, jika pelaku ancamannya adalah aktor nonnegara, seperti perusahaan atau entitas bisnis, beberapa mekanisme pemulihan lain yang dapat ditempuh oleh Pembela HAM paling tidak ada tiga, yaitu pertama, mekanisme pengaduan berbasis perusahaan atau mekanisme yang ditetapkan dan dikelola oleh perusahaan; kedua, mekanisme pengaduan yang dikembangkan oleh industri, multipemangku kepentingan, atau inisiatif kolaboratif lainnya, yaitu mekanisme di luar perusahaan yang mengelola serangkaian komitmen yang telah disetujui untuk dipatuhi oleh perusahaan; dan ketiga, mekanisme yang terkait dengan lembaga pembiayaan, yaitu mekanisme bagi mereka yang terkena dampak negatif karena proyek yang didanai sebuah lembaga pembiayaan dapat mencari pemulihan. Ketiga mekanisme ini merupakan alternatif yang dapat dipilih selain mekanisme pemulihan nonyudisial berbasis negara.
b. Mekanisme pemulihan terhadap ancaman yang menggunakan media elektronik.
• Saat terjadi pelanggaran hak atas privasi yang menyebabkan terjadinya ancaman dan/atau serangan digital ataupun melalui media digital terhadap Pembela HAM, negara, perusahaan, dan entitas bisnis harus menyediakan akses pemulihan yang efektif terhadap Pembela HAM dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan bahwa korban pelanggaran HAM terkait bisnis memiliki akses pada pemulihan yang efektif. Pembela HAM harus memperoleh pemulihan melalui mekanisme pengaduan berbasis negara maupun nonnegara yang efektif.
• Negara dan perusahaan-perusahaan perantara internet, seperti mesin pencari, platform digital, dan penyedia layanan telekomunikasi dan internet harus mengambil tindakan sistemik tambahan sehingga mampu menjangkau mereka yang paling berisiko terkena dampak. Negara harus mempertahankan kewajiban positif mereka untuk mempromosikan dan melindungi HAM, termasuk membuat kebijakan mengenai perlindungan data pribadi yang aman dan komprehensif termasuk tentang privasi data yang sesuai dengan hukum HAM internasional dalam hal perlindungan, pengawasan, dan pemulihan untuk dapat melindungi hak privasi secara efektif. Negara harus membentuk lembaga independen yang memiliki kewenangan untuk memantau praktik privasi data negara dan sektor swasta, melakukan penyelidikan jika terjadi pelanggaran, menerima keluhan dari individu, kelompok dan organisasi dan mengeluarkan denda dan hukum efektif lainnya untuk pemrosesan data pribadi yang melanggar hukum oleh badan swasta dan badan publik.
• Perusahaan atau entitas bisnis harus memastikan tingkat keamanan dan kerahasiaan yang tinggi dari setiap komunikasi yang mereka kirimkan dan data pribadi yang mereka kumpulkan, simpan, atau proses lainnya. Perusahaan atau entitas bisnis harus melakukan penilaian tentang cara terbaik untuk merancang dan memperbarui keamanan produk dan layanan secara berkelanjutan.
• Perusahaan atau entitas bisnis harus menegakkan tanggung jawab mereka untuk menghormati HAM, termasuk dengan meninjau model bisnis mereka dan dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan represi digital, seperti penghapusan dan manipulasi konten yang tidak transparan.
• Perusahaan atau entitas bisnis harus berhenti untuk memasok teknologi kepada pemerintah, seperti alat dan aplikasi spyware yang mengklaim dapat mengenali wajah, jenis kelamin, dan emosi yang berisiko besar bagi Pembela HAM ketika menggunakan hak sah mereka untuk menyuarakan dan melakukan pembelaan terhadap HAM. Perusahaan atau entitas bisnis harus mencegah dan mengatasi risiko ini dan menghindari berkontribusi secara sadar atau tidak sengaja pada penyusutan ruang sipil.
• Sebagai tindakan preventif atas ancaman atau serangan digital terhadap Pembela HAM, setidaknya ada tiga hal yang harus diamankan, yaitu lingkungan kantor tempat bekerja, lingkungan publik, dan perangkat kerja pribadi, seperti laptop dan ponsel.
• Guna mengantisipasi berbagai macam ancaman serangan digital, organisasi tempat Pembela HAM bekerja juga disarankan untuk melakukan permodelan ancaman. Hal ini dilakukan untuk menyiapkan tindakan antisipasi dan mitigasi atas setiap risiko dari suatu ancaman.
Klik Disini [ ]
13. Pembela HAM harus mendapatkan pelindungan penuh dari negara dan pelanggaran yang dilakukan terhadap mereka akan segera dan sepenuhnya diinvestigasi dan dipulihkan, dan apabila diperlukan, diberikan ganti rugi, atau kompensasi yang sesuai.
Klik Disini [ ]
2. Hak mendapatkan ganti rugi berkorelasi kuat dengan akses atas keadilan dan upaya penuntutan ganti rugi yang layak mencerminkan pemenuhan hak atas akses keadilan kepada korban. Hak atas ganti rugi mesti dijalankan dengan penuh kasih sayang dan penghormatan terhadap martabat manusia. Legislasi nasional harus mampu memastikan akses pemulihan, baik melalui prosedur formal maupun informal, dijalankan dengan adil, cepat, mudah diakses, dan difasilitasi dengan maksimal.
Klik Disini [ ]
3. Deklarasi PBB tentang Pembela HAM mengenalkan dan memperluas cakupan pemulihan dalam bentuk restitusi, kompensasi, dan asistensi. Ketiganya dapat dilakukan langsung oleh pihak ketiga (aktor nonnegara). Namun demikian, negara wajib memastikan sistem, mekanisme, prosedur, dan langkah-langkah taktis untuk mewujudkan pemulihan itu sehingga berjalan dengan adil.
Klik Disini [ ]
4. Negara wajib memastikan jaminan ketidakberulangan kepada Pembela HAM yang telah menjadi dan/atau mengalami pelanggaran HAM.
Klik Disini [ ]
5. Korban penyalahgunaan kekuasaan kerap diidentifikasi tidak menemukan ruang pelindungan melalui mekanisme hukum nasional karena tindakan yang disebabkan kelalaian (omission) pejabat berwenang, belum sepenuhnya dipandang sebagai bentuk pelanggaran hukum konkret. Instrumen hukum HAM internasional mengualifikasi hal tersebut sebagai pelanggaran terhadap norma-norma internasional. Deklarasi PBB tentang Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan telah memastikan bahwa negara harus mencegah perbuatan penyalahgunaan kekuasaan dan dengan menginkorporasi norma dan standar internasional ke dalam sistem dan mekanisme nasional. Deklarasi PBB ini mendorong pemenuhan hak pemulihan korban yang layak. Pemulihan kepada korban penyalahgunaan kekuasaan dapat dijalankan dengan pemberian restitusi, kompensasi dan dukungan penting lainnya, yaitu material, medis, psikologis, dan bantuan-bantuan sosial.
Klik Disini [ ]
6. Negara harus lebih serius dalam memastikan perlindungan Pembela HAM salah satunya Pembela HAM di sektor lingkungan tentang perlunya payung hukum perlindungan Pembela HAM atas Lingkungan melalui peraturan perundang-undangan.
Klik Disini [ ]
7. Aparat kepolisian dan militer harus memberikan sanksi tegas kepada setiap anggotanya yang terlibat praktik kekerasan terhadap Pembela HAM dan warga masyarakat yang tengah memperjuangkan hak-haknya. Selain itu, untuk menghindari terjadinya impunitas, pelaku dari unsur kepolisian dan militer harus diadili oleh lembaga peradilan yang independen dan transparan guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Klik Disini [ ]
8. Negara melalui lembaga HAM nasional perlu meningkatkan penanganan dan pelindungan terhadap Pembela HAM melalui pembentukan mekanisme pelapor khusus untuk kasus-kasus terkait Pembela HAM. Sedangkan otoritas negara lainnya seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban agar memberikan pelindungan terhadap Pembela HAM secara maksimal dan segera, terutama memberikan prioritas penanganan terhadap Pembela HAM yang bekerja di komunitas dan jauh dari pemberitaan media.